SANTO ALOYSIUS GONZAGA

santo aloysius gonzaga

 

SANTO ALOYSIUS GONZAGA


Pelindung Kaum Muda

Aloysius (9 Maret 1568-Roma, 21 Juni 1591) adalah santo pelindung kemurnian kaum muda. la mengajarkan kepada kita agar dapat mengontrol diri terhadap godaan duniawi yang menggoda dan memiliki kenikmatan semu. la juga mengajarkan kita supaya bertekun dan setia dalam doa dan memberikan diri sepenuhnya kepada Allah. Aloysius dilambangkan sebagai bunga lili yang berarti murni, suci akan kepribadiannya. Selama hidupnya, la memegang salib Kristus yang menunjukkan bahwa ia setia dan mengorbankan dirinya demi Allah hingga akhir hidupnya.


MENINGGALKAN SEGALA-GALANYA UNTUK ALLAH

Aloysius Gonzaga adalah anak sulung dan keluarga terpandang dan kaya. Keluarganya merupakan keIuarga Pangeran Castiglione. Para pelayan dengan setia mendampingi dan melayaninya. la pun mempunyai pakalan yang indah dan guru-guru pribadi yang siap mendidiknya. la pun merupakan ahli waris dari salah satu bangsawan paling makmur dan berpengaruh di Eropa. Ayahnya adalah marquis dari   Castiglione. Maka, Aloysius sudah diperkenalkan akan dunia militer sejak usia empat tahun oleh ayahnya. Oleh karena kemahiran Aloysius dan penuh semangat untuk belajar, ayahnya  kelak ia menjadi seorang perwira militer yang hebat dan andal.

Ketka Aloysius Gonzaga berusia lima tahun, ia diajak oleh ayahnya ke kemah tentara. Di sana, ia ikut perarakan dalam barisan. Suatu hari, la berhasil mengisi dan menembakan senapan ketika pasukan tentara sedang beristirahat. Di kemah tentara pun ia belajar berkata-kata dan mengumpat kasar. Ketika sadar akan arti kata-kata tersebut, ia merasa menyesal telah mengatakannya.

Ketika berusia tujuh tahun, Aloysius rupanya memiliki rencana lain dalam hidupnya. Saat itu ia harus beristirahat total akibat terserang malaria. Bersamaan dengan penyakit tersebut, Allah memberikan benih lain yang akan bertumbuh subur dalam dirinya. Dalam usia yang sangat muda, ia mengungkapkan kepada ibunya, hasrat untuk membaktikan hidupnya kepada Allah. Sang ibu mengatakan bahwa hal itu mungkin sulit karena ia adalah anak sulung di keluarga Gonzaga. Meski demikian, cita-citanya tumbuh beriringan dengan keyakinan bahwa kebangsawanlah bukanlah hidup yang ia inginkan. Hasrat untuk meninggalkan segalanya itu menyingkapkan kekuatan terdalam dan dirinya untuk berbakti kepada Allah.


GAYA HIDUP YANG PENUH ASKETIS

Meski segala Fasilitas dalam hidupnya telah tercukupi bahkan berlimpah, namun Aloysius hidup dengan penyangkalan diri. Misalnya, saat makan. Sajian makanan yang disediakan adalah makanan terbaik dan lezat, namun ia menahan diri dan berpantang dengan hanya makan roti dan minum air setiap tiga hari dalam seminggu. Dalam segi pakaian, ia memilih untuk berpakaian yang sederhana, kerap ia mengenakan pakaian yang serba hitam. Ia pun kerap menolak untuk menghadiri acara pesta di istana. Sebagai tambahan dalam sikap asketisnya, Aloysius kerap melakukan penitensi yang terbilang cukup keras. Sebagal contoh, ia bangun pada malam hari untuk berdoa dengan cara berlutut di lantai berbatu tanpa alas. la pun mencambuk dirinya dengan tali kekang anjing dan praktik-praktik lainnya. Hal tersebut membuat orang lain menganggapnya aneh atau “munafik” walaupun intensinya tampak sungguh murni. 

Laku kesalehan dan sikap asketis yang dihayatinya tidak dapat diragukan lagi. Dapat dilihat bahwa laku kesalehan itu wajar dilakukan oleh para kudus pada abad pertengahan. Bagi orang-orang modern, Penyangkalan diri semacam itu terasa sangat keras, bahkan bisa disebut masokis. Namun, ia tampak sungguh-sungguh mengejar kesucian dengan sepenuh hati hingga berkata: “Aku ini sepotong besi yang bengkok, Aku datang kepada Allah agar dijadikan lurus oleh palu penyangkalan diri dan laku kesalehan”

0 Response to "SANTO ALOYSIUS GONZAGA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel